Mencapai Tujuan Mulia, tapi Menyusahkan Banyak Orang

Tadi siang saya berjalan menggunakan mobil dari arah Simpang Dago ke arah utara. Saya memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk menjalani antrian kemacetan dari simpang sampai sekitar kantor BAPEDA. Biasanya jarak tersebut bisa ditempuh hanya sekitar 1-2 menit. Setelah itu, lalu lintas sangat lancar. Kemacetan tersebut adalah satu rutinitas di sekitar area tersebut pada jam tertentu. Mengapa? Ada satu sekolah yang cukup banyak penjemputnya yang menggunakan mobil pribadi. Semua mobil penjemput bertumpuk disana ingin mendapatkan parkir sedekat mungkin dengan sekolah. Alhasil, jadilah parkir dua baris menghabiskan lahan jalan, ditambah sebagian kendaraan yang sengaja berjalan sangat lambat untuk melirik ke tepi jalan, mencari tempat parkir yang masih tersisa. Belum lagi angkot yang sudah kita tahu betul perilakunya seperti apa.

darulhikam01.jpg
Kemacetan panjang dimulai sekitar persimpangan Tubagus Ismail ke arah Utara. Bisa anda saksikan sendiri pada foto ini, motor pun tidak ada celah untuk menyerobot.
.

darulhikam02.jpg

Semakin dekat sumber kemacetan, mulai terlihat parkir dua lapis di kiri. Mobil Timor yang tampak di atas sedang parkir di lapisan kedua.

.

Ini hanya satu contoh saja. Saya kira, begitu banyak situasi seperti ini terjadi di kota Bandung. Seharusnya ini hal yang sudah bisa diprediksi dari awal. Pihak sekolah harusnya memikirkan konsekuensi itu, demikian juga pemerintah kota, harus memberikan syarat kecukupan tempat parkir ketika mengeluarkan ijin.

Saya tahu, sekolah berbeda dengan bisnis. Sekolah mempunyai tujuan mulia untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini. Tapi, apakah tujuan mulia tersebut harus dicapai dengan menyusahkan banyak orang?

Bagaimana menurut anda?

Iklan

5 komentar di “Mencapai Tujuan Mulia, tapi Menyusahkan Banyak Orang

  1. Malah saya pernah kesasar ke Dago Atas Pak, dan ternyata ujung jalnnya itu Singapore International School, dia tidak menyebabkan macet daerah sekitarnya walaupun para pengantarnya 1 siswa 1 mobil mewah, karena dia punya lahan parkir & jalan eksklusif sendiri menuju sekolahnya, tapi merusak daerah serapan air.

    Jadi mending yang mana ya Pak, sekolah yang bikin macet atau sekolah yang merusak lingkungan?

    Tentunya dua-duanya tidak boleh terjadi. Kita tidak dalam posisi memilih!
    Pilih mana, maling ayam atau korupsi 1 miylar? Dua-duanya tidak harus dipilih.
    Sama, kan?

  2. Dago oh Dago..

    Jadi kesimpulan Pa, sekolah sebaiknya dilokasikan dimana?
    Terlalu jauh dan ‘nGampung’; kasian murid-muridnya, capek di jalan.

    mungkin bukan soal lokasi ya, soal aturannya saja.
    (misal, wajib ikut antar-jemput bus sekolah.. meski ini sptnya sulit :D)

    he-he-he, kalau sudah begini jadi susah jawabnya, seperti kaki lima, kalau ditertibkan, mereka makan apa?
    Kita harus sepakat, kita mau melihat dari perspektif mana. Dari perspektif perencanaan, ini contoh perencanaan yang buruk yang seharusnya bisa diprediksi sebelumnya. Atau, segera dicari jalan keluarnya, setelah ada gejala bahwa ini menghasilkan efek negatif yang merugikan banyak pihak.

    Bisa juga, seperti yang ibu pikirkan. Don’t care dengan history yang buruk (planningnya maksudnya), yang penting, solusinya bagaimana?

    Yang jelas, ada kalanya kita harus mengambil satu keputusan yang mungkin tidak menyenangkan untuk pihak tertentu, tetapi itu keputusan terbaik untuk kebanyakan pihak.
    Tentunya yang lebih baik lagi adalah memikirkan segala sesuatu sebelum semuanya terlanjur serba salah. Makanya ada ilmu RISK MANAGEMENT.

  3. Salam pak Arry,
    Kalau menurut saya tujuan mulia, harusnya sebisa mungkin dicapai dengan proses yang mulia juga. Keduanya menyatu.
    Pada kasus sekolah di jalan dago, kemungkinan besar pemilik/pengelolanya tidak mengantisipasi sedari awal kalau sekolah mereka akan ‘laku keras’.
    Paling tidak ada dua kemungkinan; saat ini mereka sedang bingung juga dan mencari solusi mengatasi kemacetan di jam masuk/bubaran sekolahnya. Atau, mereka bangga karena keberadaannya membuat susah pemakai jalan dago.

    Kalau kemungkinan terakhir yang terjadi, kita layak bersedih…
    Nuhun.

    Salam kenal kembali. Betul sekali kata anda: Kalau menurut saya tujuan mulia, harusnya sebisa mungkin dicapai dengan proses yang mulia juga. Untuk kasus ini, tentunya kita berharap bukan yang terakhir itu yang terjadi, kita asumsikan pengelola sekolah menyadari itu dan sedang memikirkan jalan keluar terbaiknya. Mari kita berikan sumbangan pemikiran, semoga tulisan ini bisa sampai ke pihak sekolah tersebut.

  4. Ping balik: Dari Try Out ke Try Out UASBN SD/MI « Ayi Purbasari

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s