Walaupun tulisan terbesarnya adalah Bahasa Indonesia, foto ini BUKAN DI INDONESIA, tapi di HONGKONG. Dari sini anda bisa membayangkan, berapa banyak orang Indonesia (terutama TKW) yang bekerja disana dan bagaimana mereka berperilaku disana sehingga sampai muncul spanduk besar seperti ini.
Jangan kaget melihat foto berikutnya. Ini foto para TKW di Hongkong pada saat weekend. Sebagian besar dari mereka biasanya mendapat cuti weekend, lalu berkumpul di trotoar seperti yang anda lihat. Makan bersama, bertukar cerita sedih dan bahagia. Mungkin inilah yang membuat mereka betah disana. Feel at home!
Selamat berjuang saudara-saudaraku. Tanpa disadari, anda semua adalah kumpulan pahlawan-pahlawan kecil yang telah memberikan kontribusi besar untuk negara kita.
Hebat banget kang bangsa Indonesia, sampai bangsa lain pun menghargai kita dengan membuat spanduk berbahasa indonesia..
Ternyata TKW Indonesia hebat juga …!!!
Mungkin kalo dari saya pribadi, sepertinya pemerintah perlu memberi pelatihan / penyuluhan berkaitan “perilaku di negeri orang” sehingga hal seperti pada poster diatas tidak muncul lagi
salam
pramudyaputrautama.wordpress.com
weh sampe segitunya menegur orang Indonesia.
Saya juga respek terhadap mereka para pahlawan devisa itu, yang saya prihatinkan kl melihat bila ada dari mereka yang diperlakukan tidak semestinya oleh beberapa oknum petugas bandara kita. Apa karena mereka tingkat pendidikannya yang mungkin lebih rendah? Rasanya kok tidak bijaksana dan sama sekali tidak manusiawi apapun alasan-nya.
saya jadi ingat rekan-rekan saya yang berkeluh ketika harus menjadi ibu rumah tangga, menjadi sempit dan kuper serta masalahnya akan di sekitar pembantu pembantu, dan pembantu. seolah-olah masalah pembantu adalah masalah yang tidak penting.
padahal, masalah pembantu sangat luas. dari berbagai sisi, termasuk yang pa Aa angkat. atau dari ketidakberesan departemen tertentu yang menangani masalah TKW ini.
ini para TKW di Hongkong ya pa?
mereka langganan tabloid dari indonesia (saya lupa persisnya), sering bertanya di berbagai rubrik. yang saya tangkap, TKW hongkong, lebih teredukasi dan kompak.
yang saya tidak mengerti pa Aa, dari sisi lain. kenapa harus wanita yang membanting tulang meninggalkan anak-anak dan keluarga lainnya, menjauh di negeri orang tanpa jaminan apapun? selain sebagai pahlawan keluarga, bahkan pahlawan devisa, apa bukan menjadi bahan eksploitasi? kenapa tidak para pria/suami saja yang bersusah payah?
ini tidak adil kan pa. katanya, pria adalah imam. kepala keluarga. lebih bertenaga, lebih berpikir logika. tapi mana?
-a-
(ini lama sekali terpikir, tak sempat saya tuliskan di blog saya, lebih baik saya utarakan sebagai komentar di tulisan pa Aa, hatur nuhun)
pernah baca salah satu kisah di buku, mengenai kisah seorang buruh migran wanita asal Indonesia di Hongkong, mbak sapa lupa namanya. Dia berjuwang mendirikan semacam yayasan yang menaungi para pekerja wanita Indonesia di Hongkong. Yang mengajak para buruh migran tersebut mengisi waktu2 luwang (spt contoh diatas) untuk bersambung-rasa, belajar agama dan berorganisasi, sangat positif. Secara jumlah buruh migran wanita Indonesia di Hongkong yang “terjerumus” juga tidak sedikit. Sehingga dengan memberi wadah kegiyatan2 positip bagi para buruh migran wanita tersebut akan dapat memberikan citra yang lebih baik bagi buruh migran wanita asal Indonesia.
Ini hebatnya Pak Arry …
Selalu bisa menangkap moment-moment yang bagus dengan kameranya …
Saya terus terang terharu melihat foto yang kedua pak … makan bersama di trotoar …
(ah …)