Ketika sedang memikirkan perkembangan komputer dari waktu ke waktu, saya berpikir ke belakang, ke awal dimana saya mulai mengenal dunia komputer tahun 1983-an pada saat saya SMA. Yang pasti saat itu belum ada Internet sama sekali, apalagi di Indonesia. Kahausan kami untuk mengetahui perkembangan teknologi di dunia hanya bisa terpenuhi dengan cara membaca majalah bekas. Di daerah Jalan Cikapundung Bandung, dekat kantor PLN bertebaran penjual majalah bekas, termasuk majalah-majalah dari luar negeri.
Saya termasuk yang rajin membeli majalah-majalah bekas tersebut, naik motor Bebek C70. Biasanya paling baru sekitar 6 bulanan sejak penerbitannya. Kadang ada yang berbisik menawarkan majalah PLAYBOY. Untung saja harga majalah PLAYBOY bekas jauh lebih mahal, sehingga uang jajan saya tidak pernah cukup untuk membelinya. Ha-ha-ha….
Itulah ukuran delay informasi pada saat itu bagi saya, yaitu sekitar 6 bulan. Langganan majalah dari luar adalah sesuatu yang impossible untuk ukuran saya waktu itu…. Bayangkan, hari ini kita bisa mendapatkan informasi yang sama cepatnya di seluruh belahan dunia dengan Internet.
Seorang teman di kelas saya (namanya Samudra, pernah kuliah di Mesin ITB, sekarang entah dimana) yang sama-sama penikmat majalah bekas bertema teknologi memperlihatkan iklan satu komputer yang benama ZX81 kepada saya. Kami sering membahasnya, walaupun hanya dalam imajinasi kami. Karena bertanya ke sekeliling atau ke guru pun tak ada yang lebih tahu mengenai barang itu? Perlu diketahui bahwa pada saat itu sudah mulai ramai penggunaan kalkulatur CASIO FX-3600P yang bisa diprogram, tapi sangat terbatas. Paling-paling hanya untuk implementasi rumus ABC.
Kami membayangkan indahnya bisa membuat program komputer dengan lebih leluasa, apalagi bisa membuat grafik di layar.
Karena sudah tidak kuatnya membayangkan apa-apa yang bisa dilakukan dengan barang tersebut, saya memberanikan diri membawa sobekan halaman iklan majalah tersebut kepada almarhum ayah saya. Saya menjelaskan sebisanya kepada beliau dan menjanjikan satu prestasi belajar yang lebih baik sebagai konsekuensinya kalau saya dibelikan barang itu. Saya lupa harganya berapa, tapi seingat saya, harganya adalah sesuatu harga yang masuk akal untuk ukuran kurs dan daya beli waktu itu.
Singkatnya, beberapa bulan kemudian, ayah saya membawa sebuah dus yang berisi barang yang saya mimpikan tersebut. Di beli dari Singapura dengan cara ‘nitip’ kepada orang yang kebetulan sedang pergi kesana (saat itu beluam ada yang jual di Indonesia). Hore!!! Surprise! Ternyata barang yang saya peroleh adalah Sinclair ZX-Spectrum, versi yang lebih baru yang bisa menampilkan warna. Luar biasa!!!
Sejak itu, saya tidak bisa lepas dari dunia komputer! Dan sekarang saya tidak sendirian, paling tidak ada puluhan juta manusia di Indonesia yang saat ini sehari-hari tidak bisa lepas dari komputer.
Sekedar untuk mebayangkan, sehebat apa si Sinclair ZX-Spectrum tersebut? Prosesor 8 bit Zilog Z80, dengan kecepatan clock 3.5 MHz (Laptop saat ini, kira-kira mempunyai clock speed 1000 kali lebih cepat). RAM ZX Spectrum adalah 48KB (laptop saat ini kira-kira mempunyai RAM dengan kapasitas 20.000 kali lebih besar). Storage yang umum adalah kaset audio menggunakan tape recorder biasa yang dihubungkan diluar. Resolusi grafiknya hanya 256 x 192 pixel – 16 warna, bandingkan dengan rata-rata laptop sekarang yang 1280 x 800 pixel, minimal 16 juta warna.
Bentuknya sebesar laptop sekarang, tapi tanpa layar, tanpa batere, tanpa hardidks, tanpa drive CD. Displaynya menggunakan TV biasa. Sampai sekarang saya masih menyimpan komputer tersebut di lemari saya di kantor. Jika dulu ayah saya tidak membelikan barang ajaib itu, mungkin perjalanan hidup saya jadi berbeda. Mungkin bukan saya yang membuat Text to Speech Bahasa Indonesia yang pertama yang bisa dimanfaatkan oleh tunanetra. Semoga ini semua menjadi bagian dari amal jariah almarhum ayah saya.
