Jika kita diskusi tentang buruknya transportasi di kota Bandung, maka kemungkinan besar sebagian besar orang akan menuding angkot sebagai biang keladinya. Saya setuju bahwa angkot punya kotribusi besar menciptakan kemacetan di kota Bandung, terutama perilaku mereka dalam menaikan dan menurunkan penumpang di tempat yang cenderung memacetkan.
Mari kita coba ajukan beberapa pertanyaan:
- Dimanakah angkot harusnya berhenti?
- Dimanakah penumpang harus menunggu angkot?
- Adakah tempatnya di kota Bandung ini?
Jadi, kalau dipikir-pikir, ini salah siapa? Sama saja dengan menyalahkan seorang murid yang kencing di balik pohon di suatu sekolah, sementara di sekolah itu memang tidak ada WC. Salah siapa?
Aneh memang…, mungkin begitu sibuknya seorang walikota, sehingga tidak pernah bisa menganalisis sumber masalah yang mendasar itu ada dimana????
Semoga ini tidak terjadi lagi di Bandung setelah Bandung memiliki walikota baru nanti!
Mungkin ada baiknya kalau pihak pemerintah kota lebih intensif lagi bekerjasama dengan kalangan akademisi untuk memecahkan masalah mendasar sekitar perkotaan.
Karena dengan adanya kerjasama dengan kalangan akademisi akan ada masukan dari segi intelektualitasnya dan kuantitasnya selain dari segi sosial yang seringkali dibicarakan..
Saya pernah menemukan sebuah artikel menarik tentang modelling suatu sistem transportasi perkotaan oleh sebuah universitas.. lengkapnya ada di sini pak: http://rakhmawan.wordpress.com/2008/04/16/omnet-untuk-simulasi-urban-bus-traffic/
Semoga membantu..
Jadi ingat sebuah guyonan. Saking seringnya angkot berhenti mendadak, tanpa memberi sinyal terlebih dahulu, konon kapan angkot berhenti hanya supir angkot dan Tuhan yang Tahu 🙂
PAD (pendapatan asli daerah) sebagian besar diperoleh dari PKB (pajak kendaraan bermotor). Akibatnya, pemerintah daerah meng-encourage kepemilikan kendaraan pribadi dan angkot, tanpa terlalu memperhatikan kapasitas jalan. Hal ini diperparah dengan kebijakan pemerintah untuk menswastakan (hampir seluruh?) transportasi publik. Barangkali DLLAJ yang mengeluarkan ijin trayek juga kurang ketat dalam mengendalikan populasi angkot per trayek, sehingga terjadi over-supply (dan over-ngetem :)).
Iya memang betul, di Bandung ini ada ITB, UNPAD dan UPI, tapi banyak masalah yang kepakarannya ada di 3 PTN utama tersebut tidak bisa diselesaikan. Saya tidak tahu, ada salah dimana? Tampaknya kontribusi ITB terhadap pemecahan masalah kota Bandung mungkin tidak terlalu banyak, karena tidak terlalu diminta juga ………. he3x
Pak Andika! Halow! AKhirnya salah satu pakar network terbaik Indonesia berkomentar juga di blog saya! MUngkin benar pak, pemerintah terlalu silau dengan PAD yang besar, sehingga mengabaikan dampak-dampak negatifnya. PKB, parkir, pasar, dan sebagainya….., sebagian adalah blur area yang sulit di audit. Bayangkan, coba gimana ya cara audit parkir dengan gaya parkir yang sekarang dijalankan di Bandung?
Saya termasuk yang mendukung bahwa angkot bukan penyebab utama buruknya angkutan di Bandung.
Kalau mau ditambah lagi:
– Angkot (dan bus) tidak bisa tertib karena menggunakan sistem setoran, bukan sistem karcis. Ini mudah diubah kalau pemda mewajibkan angkutan umum harus pakai sistem karcis.
– Angkot (dan bus) polusinya tinggi. Ini gampang diatasi kalau pemda mewajibkan KIR dan dilakukan secara penuh.
– Angkot (dan bus) merugi (atau mahal) karena kekurangan penumpang. Ini harus diatasi dengan kenaikan PKB dan tarif parkir.
– Angkot (dan bus) lambat. Ini makanya ada busway di DKI 🙂
– …
Intinya, pemda harus punya inisiatif membuat aturan dan perpajakan yang berpihak kepada angkutan umum yang nyaman.
Tampaknya kalo dalam urusan pemberantasan korupsi ada KPK, maka dalam masalah transportasi juga perlu ada kebijakan yang sifatnya radikal, maka perlu dibentuk satu badan atau komite atau Dewan Transportasi Kota Bandung, yang bertugas dan mempunyai otoritas yang penuh dalam menggagas dan melakukan perubahan revolusioner dalam masalah transportasi kota bandung. Kita tidak terlalu banyak berharap kepada kerja dan program2 yang dilakukan oleh Dinas-dinas, seperti Bina Marga dan Dinas Perhubungan. Kita perlu sebuah badan yang mempunyai otoritas dan kewenangan yang penuh dalam mengelola kebijakan transportasi Bandung. Badan tersebut tetap berada dan dikukuhkan SK Walikota yang dipilih oleh DPRD, unsur2 penggiat dunia transportasi, akademisi dan unsur masyarakat.
dosa siapa? kumaha lamun; DOSA BABARENGAN? jadi urang meresana oge babarengan. naha babarengan:
1. supir angkot ngudag setoran untuk pengusaha angkot, sisanya buat keluarga. kulantaran rumus hidup supir angkotmah setar, setir, setor. karena TAKUT tidak cukup, jadi segala cara dilakukan untuk mencari penumpang.
2. pengusaha angkot harus dijamin setoran nana teu meunang kurang. karena TAKUT usahanya rugi. juga takut dibohongan ku sakadang supir. jadi we neken ka supir na teh.
3. penumpang hayang gancang jeung gampang; megat atawa turun di mana wae. malah sekarang para penumpang rame2 naek motor. atuh tambih abot kanggo mang supir ngudag setoran.
jadi saya setuju dengan ide kang ary, benahi angkot. kalau perlu semua jalan bisa dilewati angkot. kalau ada daerah/jalur yang sepi penumpang, jadikan jalur perintis untuk tetap melayani perpindahan penduduk. untuk mendapatkan layanan angkot yang baik, lakukan tender untuk memegang jalur kepada pengusaha yang layak, mampu, dan terbukti punya visi pengabdian.
hal ini dilengkapi dengan pembuatan kluster kota dalam kategori kebutuhan dan fungsinya bagi warga. dan kemudian ditambah dengan memperbanyak kawasan pejalan kaki dan kurangi jalur kendaraan. perpindahan dengan kendaraan (dan itu angkot) bisa dilakukan antar kluster.
biar angkot lebih baik pelayanannya, gunakan APBD, BLT, dana subsidi untuk masyarakat untuk membantu biaya operasional angkot itu tadi.
Kang Arry saya bukan urang Sunda asli….tapi saya lahir, sakola, sareng ngadamel di kota Bandung…kota yang sangat saya cintai……Setuju Kang Arry….sampai kapan pun, kalo angkot masih beroperasi dengan cara perilaku mereka sekarang maka sistem transportasi secanggih apaupun tetap akan sulit diimplementasikan karena selalu di demo ku sopir angkot, trus angkot juga akan tetap ngetem sakumaha karep…..saya termasuk saksi hidup bagaimana para supir angkot berdemo menolak TMB, dan konyolnya lagi peluncuran perdana TMB saat itu di buat gratis….makin ceurik atuh si sopir angkot teh……..coba juga lihat DKI yg katanya sedang membangun jaringan monorel……sudah besar biaya yang dikeluarkan & berapa lama itu direncanakan, yang saya lihat malah tiang-tiang mononrel yg sedang dibangun malah untuk pasang iklan partai politik …..trus transjakarta….seberapa besar pengaruhnya untuk bisa mengatasi kemacetan Jakarta, belum ada informasi untuk itu setau saya malah makin macet…….trus kalo orang bilang sumber kemacetan kota Bandung gara-gara angkot, itu pendapat yang keliru….jelas-jelas sumbernya karena semakin masyarakat banyak yang punya kendaraan pribadi…..mau bukti ?…berapa banyak yang kita lihat mobil angkot berpenampilan baru seperti baru keluar dari dealer mobil….coba bandingkan dengan pemilik kendaraan pribadi baik roda 4 atau 2…hampir setiap saat kita lihat banyak yang baru…..makannya Kang Arry… setuju nggak setuju pokoknya angkot memang masalah terbesar sistem transportasi di Bandung…atau kota-kota besar lainnya yang punya angkot, tapi walaubagaimanapun masyarakat Bandung lebih familiar dengan angkot ini……sumbang pikir saja nih Kang Arry…..mungkin dalam jangka pendek, sistem transportasi di Bandung jangan di ubah secara drastis dulu karena masyarakat Bandung belum tentu langsung “klik” dengan sistem baru yang akan diterapkan…..tapi pikirkan dulu bagaimana para angkutan kota ini dengan segala kekurangannya bisa melayani semua lapisan masyarakat Bandung tanpa harus membuat lalulintas macet, tetapi kejahteraan supir angkot juga bisa terangkat…….saya terpikir, bagaimana caranya agar masyarakat Bandung yang mau bepergian kemanapun mau naik angkot, baik si kaya maupun si “belum kaya” semuanya mau naik angkot……….saya keidean agar tarif angkot segala jurusan yang ada di kota Bandung dibuat gratis (TMB aja firstlaunching-nya bisa gratis)….siapa sih yang gak mau gratis…..saya sangat yakin kalo dibuat gratis orang akan pikir-pikir dulu kalo pake kendaraan pribadi…..trus angkot tidak perlu ngetem berlama-lama karena pasti akan ada terus penumpangnya, kalo sudah seperti itu saya juga sangat yakin kemacetan akan cepat teratasi, dan yang gak kalah pentingnya supir angkot tidak perlu ugal-ugalan untuk kejar setoran, karena mereka akan mendapatkan penghasilan tetap yang pasti………trus bagaimana teknis & ongkos operasionalnya..? itu yang perlu kita pikirkan dan diskusikan (bukan diperdebatkan lho)…….dan tong hilap…prinsip supir angkot teh sederhana saja, cuma “setar, setir, setor” seperti yang diungkapkan rekan kita Andri di atas…….okay…ditunggu diskusinya Kang Arry…..
mungkin sistem transportasi yg cocok nampknya sperti ni…
soal ny, dr segi pembiaya an ny lebih realistis…