Sekitar 2 minggu yang lalu, saya dan kang Taufikurahman menghadiri satu undangan satu komunitas yang berkumpul di Lebak Siliwangi yang sedang heboh akan disulap menjadi lahan beton. Bahkan, salah satu isu yang beredar, developernya sudah bekerja sama dengan ITB untuk membangun tempat parkir di lahan lapangan tenis di Sabuga ITB (detik.com).
Kami bertemu disana dan pulangnya jalan kaki bersama-sama menuju kampus, menyusur jalan di area itu. Menarik untuk diceritakan, ternyata di dalam begitu penuh dengan mobil-mobil yang parkir yang kemungkinan besar adalah mobil-mobil mahasiswa ITB. Pengamatan kami secara sepintas:
- paling tidak, sekitar 75% mobil yang parkir disana adalah mobil-mobil dari luar Bandung (bukan plat-D).
- secara umum adalah mobil-mobil relatif baru, kondisinya masih bagus
Silakan lihat foto-foto berikut:
Kalau dipikir secara bisnis, pasti menggiurkan, apalagi kalau dihtung jam-jam-an parkirnya!
Baik, saya tidak mau berdiskusi tentang bisnisnya. Saya hanya mau menyampaikan pemikiran saya bahwa parkir mobil ini menurut saya tidak perlu difasilitasi, bahkan posisi tertentu yang mengganggu kelancaran lalu lintas sebaiknya dilarang saja. Lalu, mahasiswa harus parkir dimana? Silakan cari tempat dimanapun yang memang diperbolehkan (mungkin cukup jauh), atau mari beralih ke angkot.
Ada dua dampak penting seandainya ITB memfasilitasi parkir mereka:
- Jurang kaya miskin di kampus ITB semakin tinggi.
- Memicu pertumbuhan jumlah kendaraan di kota Bandung, dan tentunya akhirnya semakin memacetkan kota Bandung yang kita cintai.
Parkir di Bandung memang sangat tidak terkendali dan sangat mengganggu kelancaran lalu lintas. Sudah selayaknya ITB memberikan contoh yang baik, bukan ikut meramaikan parkir yang mengganggu lalu lintas.
Bagaimana menurut anda?
saya rasa sih pak, jurang si kaya dan si miskin dimana mana memang makin lebar. maka kalaupun masalah parkir kendaraan mahasiswa tidak difasilitasi, barangkali baiknya dengan pertimbangan bahwa itb dimaksudkan untuk semua golongan, bukan hanya si kaya saja
fasilitas parkir seperti itu hanya berguna buat si kaya saja.
buat saya sih yang lebih mengerikan lagi adalah kalau itb (atau perguruan tinggi manapun) sampai lupa bahwa tidak semua mahasiswanya berasal dari golongan kaya/mampu sehingga fasilitas fasilitas yang dibuat hanya berguna buat mahasiswa yang kaya saja.
salam!
Saya lebih mendukung bila para mahasiswa ITB (atau universitas lainnya) rajin jalan kaki. Lebih sehat.
Memang perlu fasilitas yang nyaman untuk pejalan kaki: trotoar, jalur khusus pejalan kaki dan sepeda, atau lainnya.
Bila harus naik kendaraan, angkot bisa jadi pilihannya. Tentunya bila angkotnya nyaman.
Memang benar Pak, daerah sana memang padat, sekarang aja yang memang belum ada fasilitas seperti itu kemacetan sudah susah ditangani, apalagi bila sudah ada fasilitas seperti itu.
Harusnya mahasiswa emang jalan kaki seperti saya.. hehe,, dari cisitu bisa jalan kaki. kadng2 suka aneh juga liat mahasiswa lain yang dari cisitu ke kampus aja naek angkot. Padahal deket.
ITB bikin edukasi dan aturan untuk mendukung konsep kota yang baik. konsep sudah banyak, implementasi membutuhkan pemikiran lagi tentang siasatnya.
misalnya, konsep kota sebagai pemuliaan pejalan kaki. buat edukasi (kampanye), regulasi dan infrastruktur seputar ITB. seperti mahasiswa tidak boleh bawa kendaraan kecuali sepeda, dll.
Memang benar Pak, daerah sana memang padat, sekarang aja yang memang belum ada fasilitas seperti itu kemacetan sudah susah ditangani, apalagi bila sudah ada fasilitas seperti itu.
Harusnya mahasiswa emang jalan kaki seperti saya.. hehe,, dari cisitu bisa jalan kaki. kadang2 suka aneh juga liat mahasiswa lain yang dari cisitu ke kampus aja naek angkot. Padahal deket.
Tulisan yang keren, multi tafsir dan multi persepsi 🙂
Setidaknya ada 5 tafsiran untuk bahan diskusi para komentator dari satu judul tulisan saja :
1. Keprihatinan pada Lebak Siliwangi yang bakal jadi lahan beton.
2. Kekaguman pada mobil mahasiswa ITB yang bagus-bagus
3. Peluang bisnis parkir di ITB ;-p
4. Keprihatinan kesenjangan sosial di ITB
5. Parkiran di Bandung (penutup yang terasa gimanaaaaa gitu … he he)
😀
Salute sir !!
Analisa yang bagus pak….
Memang tulisan ini terlalu banyak yang terkait akibatnya ya multi tafsir tadi.
Namun setelah baca komentar-komentar yang ada, kebanyakan (menurut saya) berpikiran ke hal yang negatif saja.
Apakah ini sebagai tindakan preventif dari hal-hal yang tidak diinginkan atau memang orang zaman sekarang terlalu banyak negative thinking-nya.? (ngka perlu dijawab, cukup direnungkan saja…) 😀
Kalaupun mau dibangun lahan parkir, usul saya:
1. cukup satu lahan parkir di satu lokasi sentral saja, di luar itu dilarang parkir (kalau nekat akan digembok rodanya)
2. gedung parkirnya tinggi (5-8 lantai) dan muat banyak
3. pungut biaya yang relatif mahal untuk parkir perjamnya, 5000 per jam mungkin?
Jadinya orang juga nggak akan bawa mobil ke kampus kalau tidak penting/terpaksa sekali…
Atau mencontoh UI: Bikin stasiun sepeda + jalur khususnya 😀
Mahal kadang relatif. Rp 5000 per jam sangat mahal buat saya pribadi. Tetapi buat sebagian pemilik mobil-mobil di atas tidak mahal juga. Untuk mobil mewah di atas, mungkin sekali mengisi bensin RP 200.000 – 250.000 per minggu, itu biasa saja. Lagipula, sekali ada yang menentukan tarif tinggi dan itu diijinkan, maka akan menjalar kemana-mana di kota Bandung. Nah, jika anda punya mobil karena “perlu”, dan kita setengah mati untuk nyicil mobil tersebut, maka Rp 5000 per jam akan mencekik kalangan menengah ke bawah. Tidak adil lagi ujungnya. Hanya si kaya yang bisa mendapatkan apapun. So, yang terbaik bahkan parkir gratis! Tapi lahan parkir terbatas, terutama di lokasi yang memacetkan!
Di negara maju, angkutan umum diperbaiki kualitas layanannya, sehingga ketika parkir dimahalkan atau pajak kendaraan ditunggikan, ada solusi bagi masyarakat menengah ke bawah.
mahasiswa itb sekarang mayoritas anak orang kaya, anak orang miskin semakin terpinggirkan. perguruan tinggi/universitas akan seperi jaman aristoteles , dimana hanya kaum bangsawan yang bisa masuk kesana.
Dapat data dari mana tuh..?
Jangan cuma lihat sepintas dan langsung memberi komentar, karena ntar bunyinya malah tambah nyaring.. 😀
jangan salah, mungkin di universitas lain mayoritas org kaya karena mayoritas masuk jalur khusus.
tapi di itb menurut saya tidak seperti itu, karena banyak juga beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa yg kurang mampu.
teman saya saja yang bisa dikatakan jauh dari mampu (ekonominya), bisa kuliah dengan tenang dengan berbagai beasiswa yang menunjang.
Saya kuatir nantinya, selain lahan parkir, akan ada lahan bisnis lain yang menyusul. Mungkin tempat jualan kaus atau semacamnya.
Saya kuatir kota ini dipandang (oleh pihak investor) sebagai sebuah tambang emas yang perlu dibangun pertambangan2 (pertokoan-pertokoan) disepanjang lahan kota. Kepentingan publik bukan masalah utama, yang penting pelanggan bisa senang bertamasya dan berbelanja di Bandung.
Betul juga si om
Dosen teladan nih 😀
kalo gitu gimana kalo usul disediain parkir becak aja om
Anak saya kuliahnya masih naik angkot lho pak….
sekarang setelah kakaknya berangkat keluar negeri, dia di dorong-dorong untuk latihan nyopir (udah punya SIM tapi nggak pernah dipakai)……agar jika keadaan darurat ada yang bisa bawa mobil, maklum ayahnya semakin tua. Sekarang tiap hari dia bawa mobil kuliah (didampingi sopir), tapi pulangnya tetap naik angkot.
Saya setuju, fasilitas parkir mobil untuk dosen aja…mahasiswa ya naik angkot, dan Bandung kemana-mana masih dekat kok. Di UI aja, malah mau dibuat persewaan sepeda…mobil diparkir jauh dari gedung kuliah…
wau, anak ibu hebat ya bu… Belum bisa nyetir tapi sudah punya SIM. Urus dimana tuh bu…. 😀
Pak, mungkin bisa disampaikan juga kepada Rektor, tolong itu parkir mobil di Jalan Ganesha dan sekitarnya, yang menggunakan badan jalan untuk ditertibkan. Mobil-mobil itu jadi penyebab kemacetan Pak. Kalau boleh usul sih, boleh saja mahasiswa membawa mobil, asal parkirnya di lahan parkir di dalam ITB saja.
sy sepakat catshade 😀
btw ternyata pebatasan mobil masuk kampus ITB, tidak menjamin pengurangan penggunaan mobil oleh mahasiswanya yakz.. hehehe
Anak orang kaya itu biasanya nih ( tidak semua, tapi mayoritas yang saya lihat begitu ) :
1. Gak mau susah
2. Gak mau capek
3. Gak mau ‘turun level’ (dari biasa naik mobil menjadi jalan kaki)
Kalau bisa beli mobil, kenapa harus jalan kaki ?? Begitu pola pikirnya.
So, money talks !!!
NB :
Sementara di Korea sini generasi mudanya sadar akan pentingnya kesehatan fisik. Mereka kebanyakan setiap hari jalan kaki, padahal kampusnya banyak yang di lereng gunung.Maklum, ancaman Korea Utara yang suka culik-culik warga Korea Selatan buat di-brain washing suka adaa aja… Kalau badan kerempeng, gampang diculiknya 😛
SALAM
INILAH DOSEN TELADAN YANG HARUS DI TELADANI
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
MOHON MAAF LAHIR BATHIN
ITB makin borju saja.. beda sama jaman dulu..
saya mendukung supaya ITB membatasi penggunaan kendaraan pribadi bagi mahasiswa
wuih…seperti show room ya tempat parkir ITB…ck…ck…ck. Berarti banyak orang kaya di kampus ITB, luar biasa!
Selamat Idul Fitri 1429H Pak. Mohon maaf lahir batin
emank pak kampus ITB itu keren bgt…
ada mobil2 bagus dan mewah2..
mahasiswinya cuantik2..
ada gubuk liar, ada sampah kalo ujan…
ada delman…..
ada kemacetan tiap hari…
keluar dikit ada kampus unpad yg byk gelius jg,,
ada Unikom oooooo..
semua itu kawasan kampus…..
semua itu di kawasan DAGO….
nah solusinya DAGO itu dijadikan pusat pendidikan dibandung,
smua sekolah and kampus biar kumpul didago smua….
semua mall, FO, Distro, Resto2…dipindain aja..
pasti bandung itu kan indah dan tertib…
kan jd byk taman dan lahan parkir pak…
kan kita jg mau cuci mata jg enak pak hhehhhehehe
sekian semoga bermamfaat solusi dr saya..
sependapat dengan komentar temen-temen. parkir itb makin menggila saja. dari taon 2003 sampe 2008, banyak lahan-lahan yg beralih fungsi menjadi parkiran mobil.
bukannya mau mendiskreditkan orang-orang mobil berplat B, tetapi ‘dominasi’ ini sudah terlalu berlebihan. apalagi ketika harga bensin melambung tinggi seharusnya orang-orang beralih ke penghematan. tapi yg terjadi di sini adalah anomali.
indonesiakuuuuuu!
Mungkin disebabkan oleh semakin banyaknya mahasiswa yang masuk lewat jalur USM..jadinya emang yang masuk ITB sekarang yang tajir2 doang…
Tapi meski mahasiswanya tajir2 tetep aja lab2 nya mengkhawatirkan 😛 terus uangnya dikemanain ya:D
ya, uang pangkal mahal = mengundang kalangan yang mampu…
pendapat saya sebaiknya memang tidak ditempatkan di kampus yang sama dengan kampus “tarif reguler”, karena keadilannya tentu menjadi bias, apalagi kampus itb di ganesha memang tidak dipersiapkan untuk menampung parkir yang sebanyak sekarang.
solusi represif seperti pelarangan hanya solusi sementara saja, bukan solusi jangka panjang, karena jumlah mahasiswa tentu akan makin bertambah. sekalian saja kurangi jumlah mahasiswa, yang parkir akan berkurang toh…
mungkin sudah saatnya Bandung membangun secara vertikal, atau setidaknya kebijakan diarahkan untuk space-saving.. pembangunan rumah susun, gedung parkir, jalan layang, bus tingkat, moda transportasi massal yang matang, bukan angkot yang isinya sedikit tapi bikin macet jalanan.
maaf jika kata-kata kurang berkenan.
Memang keren2 euy mobil ITB pasti pada bangga deh anaknya sekolah di ITB
memang negeri ini cenderung lebih liberal dari amerika sih pak yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin[oh blt aja diambil sama orang kaya…]
@parkiran obil
saran saya sih
Dibikinkan asrama saja pak yang dekat kampus
kan mahasiswa jadi tidak usah repot2 jalan jauh2 tuh….
kan itb bisa tetap untung tuh dengan ningkatin tarif asramanyya betul kan ..:d [tapi kalo orientasi untung mah pastinya milih bikin parkiran mobil buset sejam sekarang aja 2000 biasa]gimana sehari 2 hari seminggu sebulan buset dah….
Ping balik: Babakan Siliwangi, tidak sekedar perlu dipertahankan, tapi … « Arry Akhmad Arman’s Weblog
He2… benar juga ya? 3 tahun yang lalu saat saya masih kuliah di ITB, parkirnya belum sampai ke bawah. Tapi saat ini (berdasarkan foto yang di-jepret pak Ary) sudah sampai meluber ke bawah.
Mestinya perlu di kaji lebih lanjut lagi/untung dan ruginya berkaitan dengan rencana “pembuatan lahan parkir” tersebut. Klo nantinya di-“beton/semen” semua, peresapan air tanah akan semakin berkurang dan pada akhirnya nanti banjir yang akan terjadi (karena airnya bingung mau lari kemana?), tanamannya habis, tambah panas dll.
Ato barangkali ada solusi yang lain, misalnya parkirnya di jalan gelap nyawang, sekitar Masjid Salman atau kalau memang perlu membuat lahan parkir “Bawah Tanah atau lantai Atas”, kalo memang “horizontal space” nya sudah tidak mencukupi lagi.
:: yamta ::
saya memang eneg melihat tmpat parkir d dlm itb yg berantakan. apalagi skrg meluber k badan jalan sekitar itb. tp sy tdk setuju dbangun parkir baru yg memadai d itb,soalny tar yg bw mbl n mtr makin bnyk!
lagian katanya tanah d itb g bs bwt dbgun parkir basement
saya setuju dengan bapak dan yeiola. ITB harusnya bisa menyatakan sikap lebih tegas untuk menertibkan parkir di sekitar kampus dan memberikan contoh yang lebih baik kepada masyarakat. jangan jadi contoh kampus mewah yang penuh dengan mobil.
mohon maaf saya ingin kenal salah satu mahasiswa ITB tekhnik
mohon jika ada yang berkenan
kirim biodata singkat ke email saya
“roronoazoro54@yahoo.com”
banyak pendapat .. “kalau jaman saya dulu .. dst”
sudah saatnya generasi jaman dulu sadar bahwa jaman sudah berubah .. cara pandang mbah2 semuanya yg dibanggakan itu sudah kadaluarsa … harus menyesuaikan dong .. jangan bernostalgia wae
mhs itb yg tajir2 skrg ini kan anak2nya mhs itb yg kere2 jaman dulu yg berhasil meningkatkan taraf hidupnya.
@temankitasemua
Benang merah tulisan saya bukan anti kemapanan, anti mahasiswa yang bawa mobil, dan semacamnya. Saya turut bersyukur bahwa sebagian generasi sekarang sudah jauh lebih mapan dari generasi sebelumnya.
Point pentingnya disini adalah bagaimana kita punya kesadaran bersama untuk tidak memperparah keadaan, dalam hal ini masalah kemacetan dan semrawutnya perparkiran di kota Bandung, termasuk di sekitar kampus ITB. Apalagi saat tulisan ini dibuat, isu penataan Babakan Siliwangi sedang hangat-hangatnya. Jangan sampai kita berteriak “Babakan Siliwangi harus diselamatkan untuk menjadi hutan kota dan area hijau terbuka”, tapi isinya ternyata dijadikan lahan parkir oleh kita-kita juga…..
Memang, bukan sepenuhnya kesalahan pemilik mobil, tapi tukang parkir yang mengijinkan parkir disana. Dan tukang parkirpun akan mengatakan bahwa dia melakukan itu secara legal dan membayar setorannya kepada pihak berwenang.
Jadi ini bukan masalah perbedaan cara pandang. Dulu dan kini sebagian besar orang memimpikan hal yang sama, yaitu kota yang nyaman. Untuk mewujudkan itu perlu kontribusi dari kita semua.
halo pa Arry, apa kabar.
lama ga main ke sini. header ganti ya pa, fotonya bagus sekali. foto mobil-mobil yang sedang parkir juga bagus, bagus mobilnya, bagus juga fotonya.
baik sekali mengenai usulan parkir ini. rupanya urusan perparkiran tidak pernah selesai ya pa 🙂