Jalan-jalan di Bandung sebetulnya sangat stress dan berbahaya. Sebagai pejalan kaki, kita cenderung untuk keserempet mobil atau motor karena Pemkot membiarkan trotoar menjadi kaki lima atau lahan parkir toko atau restoran; pejalan kaki akhirnya harus berjalan di badan jalan. Sebagai pengendara mobil juga mangkel dengan kemacetan yang diakibatkan oleh perilaku pengguna jalan yang tidak tertib (terutama sopir angkot) serta habisnya sebagian lahan jalan oleh parkir yang tidak terkendali. Lagi-lagi disini adalah kelemahan pemkot yang tidak pernah menertibkan hal tersebut secara sistemik dan berkelanjutan.
Bicara hanya soal lalu lintas dan transportasi, begitu banyak persoalan yang mendasar yang perlu diselesaikan, persoalan-persoalan yang bahkan menjadi akar dari persoalan lainnya. Salah satunya menurut saya adalah “perilaku manusia di jalan”, baik pejalan kaki, maupun pengguna kendaraan. Herannya, pengelola kota ini selalu melakukan upaya perbaikan bukan pada akar masalahnya. Salah satunya adalah “penertiban helm standar“. Saya kira itu penting, tapi lebih penting memikirkan bagaimana agar perilaku pengguna motor lebih baik. Walaupun menggunakan helm standar, kalau perilakunya seperti sekarang, cenderung memacetkan, mencelakakan pihak lain, bahkan mencelakakan diri mereka sendiri.

Perhatikan pengendara motor ini. Walaupun di jalur kanan ada mobil, masih maksa untuk menyalip. Akhirnya untuk menghindari tabrakan, mobil di arah lawan berhenti, sebab jika tabrakan, cenderung mobil yang disalahkan. Saking memasyarakatnya perilaku buruk ini, kadang seorang ibu membonceng dua anak melakukan hal serupa tanpa rasa bersalah dan rasa khawatir akan keselamatannya. Bukankah pake helm standarpun akan tetap fatal kalau perilakunya seperti ini??? Siapa yang harus memperbaiki keadaan ini?
Dari pada me-razia yang pengendara yang menggunakan helm (tapi tidak standar), mendingan menertibkan proses pembuatan SIM dan melakukan improvement agar pengetahuan berlalu lintas betul-betul dipahami, bukan semata-mata lulus ujian tertulis. Lalu, di jalan, membina dan kalau perlu menindak tegas pengendara motor yang berperilaku buruk dan membahayakan, mulai dari mereka yang gemar bertumpuk di barisan paling depan sampai akhirnya memenuhi zebra cross di setiap lampu merah, atau pengendara motor yang melanggar lampu merah, atau bahkan nyalip seenaknya.
Bagaimana menurut anda?
Rererensi (kutipan dari http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=news.detail&id=60214)
Tinggal 5 Persen Pelanggar Aturan Helm Standar Kamis, 19 Februari 2009 , 19:53:00
BANDUNG, (PRLM).- Tingkat pelanggaran terhadap aturan mengenai kewajiban menggunakan helm standar kini hanya tinggal lima persen. Untuk itu Satlantas Polwiltabes Bandung tidak lagi menggelar razia besar-besaran seperti waktu-waktu sebelumnya. “Cukup yang bertugas di jalan saja yang melakukan penindakan. Minimal menegur mereka yang masih menggunakan helm batok,” kata Kasatlantas Polwiltabes Bandung AKBP Herukoco ketika ditemui di Mapolwiltabes Bandung, Kamis (19/2). Dikatakan Herukoco, pelanggaran aturan penggunaan helm standar ini masih sering ditemukan pada pagi hari, saat mobilitas masyarakat tinggi. Pelanggar umumnya anak sekolah yang sedang diantar orang tuanya. “Tidak mungkin kami melakukan penindakan kepada mereka karena saat itu konsentrasi utama petugas ditujukan untuk kelancaran lalu lintas,” katanya seraya mengatakan akan tetap konsisten menindak pelanggar hingga semua pengendara taat akan aturan penggunaan helm standar. (A-184/das)***
bila sesuai grand planning maka penting. tapi?
Yang jelas sih dari sisi kepraktisan. Menertibkan penggunaan helm lebih mudah dari menertibkan menyalip dari sisi kanan.
Runyamnya berkendara di Indonesia bisa dilihat di situs http://maludong.com/ . Pakai screenshot lho.
Lebih mudah dan murah menerapkan aturan helm standar. Hanya tinggal mengeluarkan aturan dan ketentuan tilang, lalu disosialisasikan. Agar lolos dari tilangnya harus beli helm sendiri.
Kalau menertibkan tata cara menyalip (karena sepertinya tidak diperbolehkan menyalip dari sisi kiri) akan memakan biaya, tenaga dan waktu yang tidak sedikit. Ada berbagai macam alternatif untuk itu. Namun, yang kita harapkan adalah orang-orang tersebut tetap tertib walaupun aparat tidak terlihat batang hidungnya.
Ketika prioritasnya sama, kita cari solusi yang paling mudah atau effortnya paling rendah. Tapi, ketika kita memiliki prioritas, prioritas tertinggilah yang seharusnya dikerjakan lebih dahulu.
Salam,
Arry
Pak….teras rumahnya keren banget…….naksir nih
kalau penertiban SIM, sekarang sudah dilakukan, paling tidak sedang berproses.. Untuk pembuatan SIM baru sekarang diperketat tes-tesnya, tidak lagi bisa ‘nembak’ tanpa tes. Untuk SIM lama, entahlah, susah mungkin ya untuk menganulir semua SIM lama, agar seluruh pemegang sim benar-benar diuji dan diberi arahan..
Yang menarik di beberapa kota di Jawa Tengah & Jawa Timur seperti Semarang, Yogya, Solo, Surabaya penggunaan helm standar (semi – full face) sudah membudaya. Kesadaran pengendara roda dua sudah tinggi di sana. Dulu saya sempat terheran-heran melihat hampir semua orang yang mengendarai sepeda motor menggunakan helm semi atau full face. Pemkot kota Bandung mungkin perlu juga “mencontoh” bagaimana pemkot kota-kota tadi menggalakkan pemakaian helm standar macam itu.
menurut saya pengendara motor di bandung tidak separah jakarta pak….hehehe…