BlueRay, Tidak Akan Digunakan Secara Luas Seperti DVD ???

Ketika cakram untuk film definisi tinggi keluar, semua orang memimpikannya. Diawali dengan pertarungan dua format: HD-DVD dan BluRay. Adanya dua format tersebut membuat sebagian penggemar film bersikap  “wait and see”, menunggu siapa yang akan dominan di pasaran, karena investasi playernya cukup mahal. Akhirnya BluRay keluar sebagai pemenang! Tapi, untuk negara berkembang yang daya belinya masih rendah, membeli player bluray masih menyisakan pemikiran “wah, filmnya cari dimana ya?” Akhirnya “wait and see” lagi untuk memiliki player bluray sampai yakin film-film nya bertebaran dengan harga yang terjangkau. Ditambah lagi, resolusi tinggi yang ditawarkan BluRay akan sia-sia jika kita masih nonton di TV konvensional.

Pada saat kondisi wait and see, muncul inovasi produk di pasaran, yaitu player multimedia yang dapat memainkan film-film definisi tinggi. Player tersebut juga bisa dipasangi harddisk internal dan terhubung ke jaringan. Sementara itu, komunitas penggemar film definisi tinggi sudah mulai melakukan sharing film di Internet, sehingga membuat pengguna multimedia player tambah bersemangat. Jika kita mempunyai koneksi 1 Mbps, 1 hari kita bisa download film definisi tinggi yang dishare sebanyak satu film. Nah, akhirnya, para penggemar film yang sudah terlanjur terbiasa nonton film menggunakan player multimedia yang didukung storage beberapa Tera Byte tidak akan tertarik lagi dengan BluRay. meskipun bajakan BluRay murah dan bertebaran.

Mengapa? Alasan utama adalah kepraktisan. Mengelola ratusan film dalam bentuk disc sangat repot dan makan tempat. Sementara itu, menyimpan film di harddisk sangat praktis, mudah dicari, mudah di play, mudah copy + hapus, dan sebagainya. Tinggal ON, pilih koleksi film kita di harddisk, lalu play.

So, menurut dugaan saya, BluRay tidak akan berkembang seperti DVD. Para pengguna TV konvensional akan bertahan terus di DVD, sementara para penikmat film definisi tinggi akan betah dengan multimedia player. Kalaupun ada rental film-film BluRay, penikmat film akan meminjam film favoritnya, lalu mengcopy-nya ke herddisk untuk menambah daftar koleksi film kegemarannya. Brand-brand besar semakin banyak yang turut mengembangkan player jenis ini, seperti: WD (Western Digital, pabrikan harddisk), ASUS, dan sebagainya….

Bagaimana menurut anda???

Iklan

Kritik Mambangun untuk Halte Kota Bandung

Sepulang menjalankan ibadah haji Desember 2009, saya cukup surprise melihat ada beberapa halte (tempat pemberhentian) transportasi umum di jalan Dago Bandung. Selama ini, halte tersebut hampir tidak ada di kota ini. Saya pikir, luar biasa, selama 40 hari kota Bandung sudah melakukan banyak kemajuan pesat. Bentuknya nampaknya seragam, memperlihatkan ada satu rencana khusus yang direncanakan oleh kota ini. Saya perhatikan, tampaknya hanya halte saja yang dibangun, belum dibarengi dengan program untuk menertibkan angkot dan para penggunanya. Sebagai orang yang baru pulang haji, saya harus menjauhkan buruk sangka; mungkin program “perbaikan perilaku” nya menyusul.

Sekarang sudah hampir bulan April dan saya belum melihat ada hal lain yang dilakukan kecuali membangun halte tersebut. Bahkan beberapa halte sudah tampak sering beralih fungsi; sebagian menjadi tempat mangkal para penjual; sebagian lainnya jadi tempat parkir taksi permanen; sebagian lagi menjadi tempat parkir anak-anak sekolah. Wah…., dari pada memberikan manfaat, malah menambah masalah baru. Ternyata di kota ini memang masih banyak yang senang dengan membuat program-program yang tidak tuntas tampaknya. Seringkali program-program yang tidak tuntas tersebut malah membuat persoalan menjadi semakin kompleks daripada menyelesaikan masalah. Contoh, pedagang sayur di simpang dago pernah dialihkan ke Tubagus Ismail. Sesaat Dao menjadi lebih asri dan lancar, sekarang malah, Dago kembali penuh pedagang, demikian juga di Tubagus Ismail. Jadi, dalam hal ini malah menjadi “program perluasan area kaki lima”.

Halte Transportasi Kota Bandung
Halte Transportasi Kota Bandung

Selain itu, dengan itikad baik, saya ingin memberikan beberapa kritik membangun untuk bentuk Halte Kota Bandung yang baru dibangun:

  1. Seharusnya halte menjadi tempat berlindung dari panas, hujan, bahkan kejahatan. Jika melihat bentuknya, halte kota Bandung kurang memberikan perlindungan tersebut. Sepertinya tidak ada penerangan yang akan membuat menjadi lebih aman di malam hari. Bantuknya yang sangat terbuka tidak melindungi dari hujan, padahal kita tahu, paling tidak di Indonesia setengah tahun akan diguyur hujan terus.
  2. Informasi NAMA HALTE harusnya terbaca dari kejauhan. Pada Halte Kota Bandung, nama halte malah tertulis dengan ukuran kecil, yang besar malah tulisan “BANDUNG BERMARTABAT”.
  3. Informasi tambahan di halte harusnya mudah dibaca. Pada foto tampak ada informasi yang ditulis di dinding belakang. Posisi informasi tersebut sangat tidak menguntungkan karena jika banyak orang disana, maka akan terhalangi. Selain itu, informasi mengenai peta, rute dan sebagainya sebaiknya dibuat fleksibel untuk diganti.
  4. Halte dapat menjadi peluang pendapatan. Di beberapa negara maju, saya perhatikan, halte pada umumnya dimanfaatkan juga iklan, tetapi tetap tidak mengganggu fungsi utamanya. Dari pada membuat jembatan penyebrangan yang jelas tidak diperlukan, saya pikir lebih baik membuat iklan cantik di Halte Transportasi Umum.

Bagaimana menurut anda???

Engineer vs Scientist

Awalnya karena sedang memeriksa naskah tesis mahasiswa S2, sebagian besar banyak yang tidak dapat membedakan antara metoda penelitian untuk social science yang sifatnya lebih banyak “mengamati dan membuktikan hipotesis dari suatu fenomena“, dbandingkan dengan engineering yang lebih banyak “merancang sesuatu“, akhirnya saya browsing kesana-kemari dan mendapat satu bagian menarik sebagai berikut:

  • A scientist sees a phenomenon and ask “why?” and proceed to research the answer to the question
  • An engineer sees a practical problem and wants to know “how” to solve it and “how” to implement that solution, or “how” to do it
    better if a solution exists
  • A scientist builds in order to learn, but an engineer learns in order to build

Sumber: http://www.wabri.org.au/postgrads/documents/RM%20sci_eng_notes/Eng_Leung.pdf

Jalur Sepeda di Bandung akan Direalisasikan! Satu bukti lagi tidak adanya prioritas pembenahan kota …

Baca koran PR hari ini membuat saya gatal ingin menulis. Di satu sisi saya sangat gembira ketika membaca berita “Jalur Sepeda akan direalisasikan, di lain pihak banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Berikut adalah kutipan beritanya:

BANDUNG, (PR).-

Tahun ini, Kota Bandung akan membuat jalur khusus sepeda. Tahap lelang sudah dimulai. Pemenangnya akan diumumkan pada akhir April nanti. Pembangunan fisiknya direncanakan mulai minggu pertama Mei.

Menurut Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kota Bandung Iming Akhmad, tahap pertama pembangunan yang sudah dilelangkan diprioritaskan pada empat lokasi. Pertama, pembangunan trotoar jalur sepeda di sisi timur Jalan Ir. H. Juanda (dari Jln. Diponegoro-Simpang Dago). Kedua, sisi barat Jln. Ir. H. Juanda (dari Jln. Sulanjana sampai dengan Ganesha). Ketiga, sisi barat Jln. Ir. H. Juanda (hingga Siliwangi). Serta keempat, pembuatan marka jalur sepeda di Braga – Balai Kota – Gedung Sate. Untuk empat paket pembangunan tersebut, pagu anggaran yang disediakan sebesar Rp 2,3 miliar. Berita selengkapnya disini.

Jalur sepeda adalah ide yang sangat baik. Banyak manfaat yang akan diperoleh dari adanya jalur sepeda, seperti: mengurangi dampak pemanasan global, membuat warga (paling tidak, para pemakai sepeda) menjadi lebih sehat, toko sepeda makin laku (ha3x….). Baik intinya saya sangat setuju dengan ide tersebut. Namun ada beberapa pemikiran yang membuat saya bertanya-tanya.

  1. Kota Bandung sudah lama (dan semakin waktu semakin hebat) mengebiri hak pejalan kaki untuk mendapat lahan untuk berjalan secara nyaman dan aman. Sebagian trotoar juga sangat tidak aman kondisinya untuk para pejalan kaki. (baca: Hak Pejalan Kaki di Bandung diabaikan!) Jangankan aman dan nyaman, saat ini makin banyak trotoar yang beralih fungsi menjadi lahan parkir. Hebatnya, pemilik usaha di tempat lahan parkir tersebut merasa punya hak untuk mengusir pengguna kendaraan yang tidak bertujuan ke tempat usahanya. Luar biasa! Hanya ada dua kemungkinan, pemerintah saking sibuknya tidak sempat mengawasi hal tersebut, atau ada oknum tertentu yang mengijinkan dan melindunginya. Silakan baca tulisan saya yang berjudul “Jalan Umum Di-klaim sebagai Tempat Parkir Restoran“. Jadi, menurut saya, sebelum memberikan fasilitas kepada pengguna sepeda, pulihkan dulu hak para pejalan kaki, karena pejalan kaki lebih banyak dari pengguna sepeda.
  2. Saat ini, kondisi angkot yang sangat tidak tertib dan seringkali berperilaku yang cenderung membahayakan tidak pernah terlihat adanya pembinaan yang serius. Makin hari makin terlihat bahwa Bandung adalah hutan rimba yang seolah tidak ada hukum. Pelanggaran yang dilakukan angkot dan pengendara sepeda motor dengan mudah kita lihat dimana-mana. Apakah kalau ada jalur sepeda sudah dipikirkan keamanannya untuk mereka (pengendara sepeda) ? Bayangkan angkot ngetem di jalan Dago. Kalau ngetem di jalur sepeda, tentunya sepeda harus keluar jalur, yaitu ke tengah jalan, dan tentunya berpotensi untuk celaka. Kalau angkotnya menghormati pengguna sepeda, ngetemnya di tengah jalan. Ha3x…., makin kusut saja jalan-jalan di Bandung …..
  3. Sepeda motor telah menjadi salah satu alternatif murah, praktis dan cepat untuk bepergian di kota Bandung, sehingga banyak warga kota yang beralih ke sepeda motor dari pada menggunakan angkot. Nah sepeda motor pun, di satu sisi telah membuat kota ini semakin semrawut, karena tidak sedikit diantara mereka yang mengabaikan etika dan resiko keselamatan ketika berkendaraan. Bukankah lebih urgent membuat jalur khusus sepeda motor dari pada jalur sepeda ???

Memang sering membingungkan melihat perkembangan kota ini. Entah kemana arah perkembangannya dan tampak tidak ada prioritas dalam pembangunan dan pengelolaan kota. Sepertinya semua ide baru yang mungkin bisa dianggap positif selalu harus dilakukan. Soal, persoalan lama yang harus diselesaikan: “ah biarkan aja…..”

Menurut saya:

  1. Pemerintah kota tidak boleh lupa, pembenahan trotoar, pemulihan trotoar yang sudah dialihfungsikan, harus didahulukan dari pada jalur sepeda….., karena pejalan kaki lebih banyak dari pada pengguna sepeda. Selain itu, ketika trotoar sudah menghilang, pejalan kaki pasti menggunakan jalur khusus sepeda…
  2. Penataan angkot harus dilakukan, karena perilaku yang seenaknya dapat membahayakan pengguna sepeda
  3. Penyediaan jalur khusus sepeda motor perlu dikaji untuk melihat, apakah lebih urgent atau tidak?

Tulisan sebelumnya yang relevan:

  1. Bandung akan punya jalur sepeda (24 Feb 2009)
  2. Bandung, tampaknya tidak ada prioritas pembangunan (1 Maret 2010)

Bandung, tampaknya tidak ada prioritas pembangunan

Sudah sekitar satu tahun saya tidak sempat menulis blog secara rutin. Namun mengikuti situasi bencana di kota Bandung (banjir, macet, dan sebagainya), serta pemberitaan tentang rencana beberapa pembangunan besar di kota tercinta ini membuat saya jadi gatal ingin menulis sesuatu.

Mari kita membayangkan sebuah toko kecil. Toko tersebut selama ini cukup laku, bahkan laku keras untuk ukuran toko tersebut. Namun, selama ini sebenarnya toko tersebut sudah keteteran menghadapi pelanggan dan kenyamanan karyawannya. Karyawan sudah kerja keras maksimal, tetapi merasa tidak nyaman karena suasana semrawut di dalam toko. Tidak ada pembagian kerja yang jelas, tidak ada SOP yang jelas, tidak ada evaluasi kinerja, bahkan sebagian karyawan yang nakal pun tidak terawasi. Sementara, di lain pihak, pelanggan harus pusing cari parkir, berjubel memilih barang, lalu antri untuk membayar, dan berbagai keluhan lainnya.

Celakanya, pengelola toko tidak pernah menyadari bahwa secara internal banyak masalah yang harus dibenahi. Hal yang ada di benak pengelola toko adalah kebanggan bahwa tokonya maju, banyak pelanggannya, dan laba-nya naik terus dari waktu ke waktu. Bagi pengelola, banyaknya pelanggan cukup dijadikan ukuran hebatnya kinerja dia. Mungkin dia tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa karyawannya “menderita”, banyak praktek ketidakjujuran di internal, dan berbagai persoalan lainnya.

Karena merasa sukses, bahkan pengelola tokonya semakin rajin membuat berbagai “program marketing” untuk menarik pelanggan baru, serta mempercantik tampang depan gedung tokonya, padahal gudang sudah berair karena bocor, bagian belakang gedung sudah miring karena terkikis sungai…..

Bagi saya, membayangkan kota Bandung, mirip seperti itu. Pemerintah semakin rajin melakukan berbagai upaya untuk membuat pendatang semakin banyak ke kota Bandung, tapi lupa melakukan penataan infrastruktur (fisik, non-fisik) yang merupakan fondasi utama kota ini. Pemerintah lupa pada kewajibannya terhadap warga kota untuk menyediakan berbagai infrastruktur yang merupakan kebutuhan mendasar sebuah kota, seperti drainase yang cukup kapasitasnya dan selalu terpelihara, transportasi yang nyaman dan terjangkau, dan sebagainya. Tampaknya, yang selalu dipikirkan hanyalah : membangun, membangun, dan membangun……

Jembatan layang di dalam kota, perumahan vertikal, bis kota (metro), bahkan yang paling baru: rencana tol dalam kota. Saya tidak ingin mengatakan bahwa itu semua ide buruk, namun, apa gunanya itu semua dijalankan jika yang paling mendasar tetap dilupakan????  Penataan tata ruang yang tidak jelas telah mengakibatkan sangat tidak jelasnya peruntukan daerah perumahan dan daerah usaha; penataan parkir yang sangat buruk dan seenaknya; penataan transportasi umum yang tidak pernah terlihat ada improvement, pemeliharaan jalan, pemeliharaan saluran air, pengelolaan sampah, dan sebagainya.

Sampai kapankah ini akan berlangsung ????

Menurut saya, berikan prioritas pada penataan kembali infrastruktur kota ini selama beberapa tahun. Setelah itu, mari kita promosikan kota ini dengan sebaik-baiknya, sehingga mendatangkan manfaat dan kenbanggan yang sebesar-besarnya bagi warganya.