Sudah sekitar satu tahun saya tidak sempat menulis blog secara rutin. Namun mengikuti situasi bencana di kota Bandung (banjir, macet, dan sebagainya), serta pemberitaan tentang rencana beberapa pembangunan besar di kota tercinta ini membuat saya jadi gatal ingin menulis sesuatu.
Mari kita membayangkan sebuah toko kecil. Toko tersebut selama ini cukup laku, bahkan laku keras untuk ukuran toko tersebut. Namun, selama ini sebenarnya toko tersebut sudah keteteran menghadapi pelanggan dan kenyamanan karyawannya. Karyawan sudah kerja keras maksimal, tetapi merasa tidak nyaman karena suasana semrawut di dalam toko. Tidak ada pembagian kerja yang jelas, tidak ada SOP yang jelas, tidak ada evaluasi kinerja, bahkan sebagian karyawan yang nakal pun tidak terawasi. Sementara, di lain pihak, pelanggan harus pusing cari parkir, berjubel memilih barang, lalu antri untuk membayar, dan berbagai keluhan lainnya.
Celakanya, pengelola toko tidak pernah menyadari bahwa secara internal banyak masalah yang harus dibenahi. Hal yang ada di benak pengelola toko adalah kebanggan bahwa tokonya maju, banyak pelanggannya, dan laba-nya naik terus dari waktu ke waktu. Bagi pengelola, banyaknya pelanggan cukup dijadikan ukuran hebatnya kinerja dia. Mungkin dia tidak tahu atau tidak mau tahu bahwa karyawannya “menderita”, banyak praktek ketidakjujuran di internal, dan berbagai persoalan lainnya.
Karena merasa sukses, bahkan pengelola tokonya semakin rajin membuat berbagai “program marketing” untuk menarik pelanggan baru, serta mempercantik tampang depan gedung tokonya, padahal gudang sudah berair karena bocor, bagian belakang gedung sudah miring karena terkikis sungai…..
Bagi saya, membayangkan kota Bandung, mirip seperti itu. Pemerintah semakin rajin melakukan berbagai upaya untuk membuat pendatang semakin banyak ke kota Bandung, tapi lupa melakukan penataan infrastruktur (fisik, non-fisik) yang merupakan fondasi utama kota ini. Pemerintah lupa pada kewajibannya terhadap warga kota untuk menyediakan berbagai infrastruktur yang merupakan kebutuhan mendasar sebuah kota, seperti drainase yang cukup kapasitasnya dan selalu terpelihara, transportasi yang nyaman dan terjangkau, dan sebagainya. Tampaknya, yang selalu dipikirkan hanyalah : membangun, membangun, dan membangun……
Jembatan layang di dalam kota, perumahan vertikal, bis kota (metro), bahkan yang paling baru: rencana tol dalam kota. Saya tidak ingin mengatakan bahwa itu semua ide buruk, namun, apa gunanya itu semua dijalankan jika yang paling mendasar tetap dilupakan???? Penataan tata ruang yang tidak jelas telah mengakibatkan sangat tidak jelasnya peruntukan daerah perumahan dan daerah usaha; penataan parkir yang sangat buruk dan seenaknya; penataan transportasi umum yang tidak pernah terlihat ada improvement, pemeliharaan jalan, pemeliharaan saluran air, pengelolaan sampah, dan sebagainya.
Sampai kapankah ini akan berlangsung ????
Menurut saya, berikan prioritas pada penataan kembali infrastruktur kota ini selama beberapa tahun. Setelah itu, mari kita promosikan kota ini dengan sebaik-baiknya, sehingga mendatangkan manfaat dan kenbanggan yang sebesar-besarnya bagi warganya.
very nice post pak. kalo bagi saya malah pembangunan di Bandung amat sangat kacau. Mall makin banyak, tapi kemacetan ga bisa diantisipasi. “gedung” baru di depan rektorat juga mengganggu tuh 😛
makin lama malah makin ga betah tinggal di Bandung. Walaupun belum “separah” ibukota, tapi kalo dibiarin gini bisa makin kacau juga
kira2 ITB bisa ngapain yah, Pak?
di joga, menurut saya, penataan kota juga kurang bagus pak
Ping balik: Jalur Sepeda di Bandung akan Direalisasikan! Satu bukti lagi tidak adanya prioritas pembenahan kota … « Arry Akhmad Arman’s Weblog