Di tengah berbagai pujian terhadap Car Free Day setiap minggu pagi di jalan Dago kota Bandung yang seolah-olah memberikan kenyamanan bagi para penikmat jalan kaki, sebenarnya banyak realita sebaliknya yang terjadi di kota Bandung. Perhatikan dua foto berikut.
Penggalian di Kota Bandung biasanya dilakukan “seenaknya” tanpa memperhitungkan atau meminimisasi dampak berkurangnya kenyamanan dan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Foto ini memperlihatkan contoh tersebut. Pejalan kaki harus meniti pinggirian selokan yang sangat tipis… Bayangkan kalau ibu-ibu yang sudah tua atau anak seorang ibu membawa anak kecil, apa yang harus dilakukan ??? Sementara itu, kalau memilih berjalan di badan jalan, “siap-siap diserempet motor atau angkot”.
Sebenarnya ini hanya contoh kecil saja…. Penyebabnya dalam hal ini adalah penggalian yang sifatnya sementara………. Banyak hal seperti ini yang sifatnya permanen, karena trotoar diijinkan untuk digunakan sebagai parkir permanen untuk tempat usaha……….
Bagaimana menurut anda??
menurutku perlu pembenahan lagi masalah perbaikan / penggalian itu. sebisa mungkin terlihat rapi dan jangan sampai merugikan bahkan membuat bahaya pejalan kaki.
salamkenal 🙂 dara http://kitasukawordpress.wordpress.com
begitulah ndonesia Gan…..nice info
DOWNLOAD E-BOOK AKHIR ZAMAN GRATISSS
http://www.penuai.wordpress.com
Itulah ciri khas negri kita…semrawut n seenak udelnya…salam
Sebagai pelari pagi :), saya usul ada trek khusus untuk pengendara sepeda/pelari/pejalan kaki, dan tidak boleh dijadikan lapak kaki lima.
Banyak pengalaman menarik dalam dua bulan terakhir menyusuri jalanan Baleendah-Bojongsoan-BuahBatu-Bandung, mungkin nanti akan saya tuliskan secara detail, sebagai bahan pertimbangan jika kelak Pak Arry atau kolega lain maju lagi jadi Walikota/Bupati Bandung atau bahkan Gubernur Jawa Barat 🙂
wass.
BTW, sebaiknya calon pejabat Bandung/Jabar membiasakan lari pagi pak, trus ambil lintasan yang berbeda-beda sampai seluruh jalanan Bandung terliput, baru nanti tahu problem di lapangan itu seperti apa.
Jangan-2 saya yang lebih cocok ya … he..he.., ‘nggak lah, enakan juga di Lab.
sebenarnya para pejabat bukannya tidak tahu akan keadaan itu
@Pak Andriyan: Melihat situasi saat ini, tampaknya konyol pak kalau akademisi mencalonkan diri lagi tanpa backup yang kuat untuk melawan mafia. Justru yang dikhawatirkan adalah kalau menang, jadi objek tembak! Petinggi polisi saja bisa dicari dosanya dan dijebloskan, apalagi kita, bisa-bisa dicari-cari salahnya, dianggap menyelewengkan uang penelitian 10 juta….. Ha3x
Mungkin daerah kontrobusi kita memang dalam area “memikirkan solusi”, biar ada orang nekat yang mau mengimplementasikannya dan bertarung melawan mafia nya.
Kalau menurut saya kita harus sebagai akademisi harus lebih aktif lagi dalam upaya mengimpementasikan solusi, yang kita harapkan adalah perubahan yang baik dalam sistem pemerintahan
Untuk pemkot, ini adalah efek otonomi daerah,seolah olah pimpinan daerah hanya sibuk dan “berprestasi” hanya pada saat akan pilkada,begitu sudah terpilih hampir disemua daerah tidak terlalu peduli untuk pembenahan yang sesungguhnya, kebanyakan hanya fornmalitas atau insidentil.Sang pemimpin akan punya pikiran siapa yang mau marahin dia walau dari pusat sekalipun,just info p arri,didaerah saya bogor kota kondisinya tidak jauh beda euy.tks
Di Jakarta juga sama pak..malah kalau trotoarnya bagus (jalannya rata), kita bisa diklakson motor karena mau lewat..aneh bin nyata.
Ternyata penyakit ini menjalar sampai Denpasar. Saat jalan-jalan pagi di pantai Kuta, pulangnya saya jalan di trotoar, diklakson penunggang sepeda motor, yang menaiki motornya melawan arus (karena seharusnya satu arah)….
Penyakit para pemimpin kita memang membiarkan pelanggaran, lalu suatu saat ditertibkan dengan alasan alih fungsi yang berpartner dengan pengusaha tertentu. Akhirnya jadi dilematis, seperti menindas rakyat demi kepentingan pihak tertentu.
Seharusnya pelanggaran kecil itu ditertibkan sedini mungkin, misalnya dalam hal ini “perilaku pengendara motor” yang seenaknya di berbagai kota…. Jika dibiarkan, perlahan mereka semua merasa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang benar dan sulit menertibkannya ….
Di sekitar Dago, trotoar ditanami pohon. Mungkin maksudnya baik agar tidak dipakai pedagang kaki lima, tetapi korbannya adalah para pejalan kaki. Terpaksa mengambil jalan raya, padahal berbahaya.
Asap kendaraan bermotor juga sangat mengganggu bagi pejalan maupun pe-jogging Pak, mestinya aturan uji emisi segera diterapkan secara ketat. Lagipula Bandung sudah kebanyakan kendaraan bermotor, jalan macet dimana-mana dan polusi udara semakin parah. Bahkan, Jl. Sukarno-Hatta yang begitu lebarnya bisa macet total 😦
Kapan Bandung jadi Paris van Java lagi ya … ?
Saya juga gemes sama kondisi Bandung, pak. Kok kayaknya masih lebih rapih kota-kota Kabupaten/Kotamadya di Jabar (gak usah jauh jauh sy bandinginnya). Misalnya Cirebon, atau Indramayu sekalipun.
Trotoar jarang dibuat di sepanjang jalan, kalaupun ada difungsikan utk hal lainnya. Dan juga pemeliharaan kurang. Begitu juga marka jalan. Kan kalau ada trotoar ada dan difungsikan utk pengguna jalan kaki, kemudian jalan rayanya ada markanya. Pasti keliatan indah. Ini mah boro-boro, apalagi kalau sudah hujan turun, kayaknya semua lumpur masuk ke jalan…. Jadi Sareukseuk …. uhhhh
IYa pak, emang parah….semua dikerjakan asal2-lan. Mungkin karena pemerintah merasa mereka sebagai pemangku kebijakan, jadi bisa bertindak seenaknya…Disamping penebalan jalan dengan beton juga memakan waktu sangat lama..masa untuk 30 meter jalan siliwangi memakan waktu 2,5 bulan ? lambat dan tidak efektif banget…
-salam hangat –
Mahasiswanya bapak…
saya juga bingung bagaimana cara jalan kaki di bandung. terutama daerah dago. Kalopun ada trotoar biasanya dipake kakilima. Kalau ada kecil, biasanya dihalangi pohon.. Tinggal menunggu tindakan tegas dari dinas terkait. Terutama untuk kaki lima. Semoga bandung semakin lancar..
Sekarang di Gasibu dan sekitarnya kalau Minggu pagi makin ramai, tapi menyisakan sampah yang perlu penanganan lebih baik.
hampir semua negara berkembang dan maju mendirikan perkantoran mewah di sepanjang jalan utama bahkan khususnya di kota-kota besar di Indonesiapun tak kalah ketinggalan sehingga tanpa dipikirkan dampak nya seperti pembuangan air limbah,drainase,dan lain sebagainya karena hal ini tergantung pemerintah setempat yang ketat terhadap aturan atau ketat mendapat keuntungan pribadi.atau golongan.
Sangat disayangkan sehingga pembangunan kota tidak tertata dengan rapih dan aman terhadap lingkungan terutama menghidari bahaya banjir.
Salam.
indonesia……………….. bagaimana mau maju, buat pejalan kaki saja tidak tertib. kayaknya harus dibuat jalan apung untuk pejalan kaki. he….he…
hak pejalan kaki, sepeda yang jelas-jelas sangat bersahabat dengan alam dirampas. lama-lama ngga ada ruang lagi untuk kita bisa berjalan di pinggiran trotoar
waduh kok liat dari fotonya, hampir tidak ada ruang gerak bagi pejalan kaki ya…padahal pejalan kaki sebagi penyumbang terbesar untuk keramahan lingkungan…miris banget, coz saya juga pejalan kaki
banyak trotoar sekarang jd tempat parkir dan pedagang kaki lima
Betul…, sudah cukup (sangat) lama itu terjadi, dan sampai kini masih demikian di Bandung.
Mudah-mudahan walikota baru segera memberikan prioritas untuk masalah tersebut….