Untuk sebagian besar orang Indonesia, pergi haji bukanlah urusan sederhana, melainkan suatu perjalanan ibadah yang biasanya dipersiapkan sejak lama sebelum keberangkatan. Begitu ada berita kita akan berangkat, walaupun masih lama dari keberangkatan, satu persatu sesepuh yang masih ada didatangi untuk memohon maaf dan memohon doa. Hal itupun sudah saya lakukan sejak berbulan-bulan yang lalu. Apalagi Depag pernah mengundang sekali saya dan istri dalam satu pertemuan awal calon Jamaah Haji 2008.
Tiba-tiba semua berubah! Mimpi yang dinantikan sejak lama tersebut akhirnya pupus sudah gara-gara terbit sebuah SK Gubernur yang ditanda-tangani oleh seorang gubernur yang sudah akan segera menyerahterimakan jabatannya. Kuota propinsi yang selama ini dianut di Jawa Barat, tiba-tiba diubah secara mendadak menjadi kuota kota/kabupaten. Saya paham betul maksudnya baik, TAPI penerapannya yang cukup mendadak adalah hal yang sangat TIDAK BIJAK.
Ada calon jemaah yang bersyukur, tadinya tidak masuk kuota propinsi jadi masuk kuota kota. Mungkin mereka berucap: Alhamdulillah, saya bisa pergi tahun ini! Sebaliknya, ada calon jemaah yang harus bersabar menunggu tahun depan atau bahkan 2-3 tahun lagi! Saya termasuk kelompok yang harus bersabar menunggu sampai tahun depan. Mereka ini adalah calon jamaah yang sudah lolos kuota propinsi, tapi tidak lolos kuota kota. Mengapa bisa terjadi demikian. Kuota propinsi hanya berdasarkan urutan daftar dalam satu propinsi, sehingga kota-kota kecil yang pendaftarannya belakangan menempati nomor urut akhir dan tidak bisa berangkat. Dengan adanya kuota kota, pendaftar awal tadi akhirnya tidak bisa berangkat karena kuota satu kota dibatasi dengan tegas.
Pada akhirnya, mudahnya saya bisa katakan bahwa sekarang ada dua kubu, yaitu kubu yang diuntungkan dengan terbitnya SK dadakan Gubernur lama, dan satu lagi kubu yang tidak diuntungkan dengan terbitnya SK tersebut. Singkatnya, kubu yang tidak diuntungkan menuntut ke PTUN dan akhirnya beberapa hari lalu, PTUN memenangkan tuntutan mereka. Artinya, secara hukum SK gubernur tersebut batal, sehingga kuota haji Jawa Barat harus kembali ke kuota propinsi.
Namun, urusannya sekarang menjadi tidak sederhana. Karena perjalanan haji sudah dekat, sebagian dari yang diuntungkan sudah melunasi pembayaran dan melakukan berbagai persiapan. Begitu mendengar hasil PTUN, sebagian dari mereka langsung DEMO! Sementara, kubu yang menuntut ke PTUN menuntut agar keputusan PTUN segera dilaksanakan. Gubernur baru sekarang sedang pusing tujuh keliling!
Harusnya, saya termasuk yang berbahagia mendengar keputusan PTUN. Namun, pergi haji dengan menyadari bahwa ada saudara-saudara kita yang sudah melakukan persiapan untuk pergi dan mereka harus batal pergi, bukanlah perjalanan ibadah yang nikmat. Secara pribadi, saya mengajak kepada saudara-saudaraku yang dirugikan dengan SK Gubernur tersebut agar merelakan SK tersebut diberlakukan. Kita cukupkan kepuasan kita dengan hasil PTUN yang menyatakan SK tersebut salah! Biarkan saudara-saudara kita yang sudah melakukan persiapan untuk pergi supaya bisa pergi dengan tenang.
Jika tidak ada yang mengalah, apapun keputusan akhirnya, pasti ada yang dikecewakan! Mereka yang diuntungkan dengan SK tersebut tidak bersalah! Mereka hanya diuntungkan dengan keadaan, lalu mengucap syukur dan bersiap untuk segera pergi ke tanah suci. Saya yakin kerelaan kita memberikan kursi kita kepada mereka akan mendapat imbalan pahala yang luar biasa dari Allah SWT.