Nasib Pejalan Kaki yang Sebenarnya di Bandung

Di tengah berbagai pujian terhadap Car Free Day setiap minggu pagi di jalan Dago kota Bandung yang seolah-olah memberikan kenyamanan bagi para penikmat jalan kaki, sebenarnya banyak realita sebaliknya yang terjadi di kota Bandung. Perhatikan dua foto berikut.

Pejalan Kaki dan Galian di Kota Bandung

Pejalan Kaki dan Galian di Kota Bandung

Penggalian di Kota Bandung biasanya dilakukan “seenaknya” tanpa memperhitungkan atau meminimisasi dampak berkurangnya kenyamanan dan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Foto ini memperlihatkan contoh tersebut. Pejalan kaki harus meniti pinggirian selokan yang sangat tipis… Bayangkan kalau ibu-ibu yang sudah tua atau anak seorang ibu membawa anak kecil, apa yang harus dilakukan ??? Sementara itu, kalau memilih berjalan di badan jalan, “siap-siap diserempet motor atau angkot”.

Motor siap menyerempet kita andai kita berjalan di badan jalan

Motor siap menyerempet kita andai kita berjalan di badan jalan

Sebenarnya ini hanya contoh kecil saja…. Penyebabnya dalam hal ini adalah penggalian yang sifatnya sementara……….  Banyak hal seperti ini yang sifatnya permanen, karena trotoar diijinkan untuk digunakan sebagai parkir permanen untuk tempat usaha……….

Bagaimana menurut anda??

Iklan

Mobil-Mobil Mahasiswa ITB

Sekitar 2 minggu yang lalu, saya dan kang Taufikurahman menghadiri satu undangan satu komunitas yang berkumpul di Lebak Siliwangi yang sedang heboh akan disulap menjadi lahan beton. Bahkan, salah satu isu yang beredar, developernya sudah bekerja sama dengan ITB untuk membangun tempat parkir di lahan lapangan tenis di Sabuga ITB (detik.com).

Kami bertemu disana dan pulangnya jalan kaki bersama-sama menuju kampus, menyusur jalan di area itu. Menarik untuk diceritakan, ternyata di dalam begitu penuh dengan mobil-mobil yang parkir yang kemungkinan besar adalah mobil-mobil mahasiswa ITB. Pengamatan kami secara sepintas:

  • paling tidak, sekitar 75% mobil yang parkir disana adalah mobil-mobil dari luar Bandung (bukan plat-D).
  • secara umum adalah mobil-mobil relatif baru, kondisinya masih bagus

Silakan lihat foto-foto berikut:

Salah mobil mewah yang parkir Lebak Siliwangi
Salah satu mobil mewah yang parkir Lebak Siliwangi
Deretan mobil (relatif) baru di lebak siliwangi
Deretan mobil (relatif) baru di lebak siliwangi

Kalau dipikir secara bisnis, pasti menggiurkan, apalagi kalau dihtung jam-jam-an parkirnya!

Baik, saya tidak mau berdiskusi tentang bisnisnya. Saya hanya mau menyampaikan pemikiran saya bahwa parkir mobil ini menurut saya tidak perlu difasilitasi, bahkan posisi tertentu yang mengganggu kelancaran lalu lintas sebaiknya dilarang saja. Lalu, mahasiswa harus parkir dimana? Silakan cari tempat dimanapun yang memang diperbolehkan (mungkin cukup jauh), atau mari beralih ke angkot.

Ada dua dampak penting seandainya ITB memfasilitasi parkir mereka:

  1. Jurang kaya miskin di kampus ITB semakin tinggi.
  2. Memicu pertumbuhan jumlah kendaraan di kota Bandung, dan tentunya akhirnya semakin memacetkan kota Bandung yang kita cintai.

Parkir di Bandung memang sangat tidak terkendali dan sangat mengganggu kelancaran lalu lintas. Sudah selayaknya ITB memberikan contoh yang baik, bukan ikut meramaikan parkir yang mengganggu lalu lintas.

Bagaimana menurut anda?

Parkir harus dibatasi dan pelanggarnya ditindak tegas!

Menyambung posting saya sebelumnya tentang “Pembatasan Parkir di Kota Bandung“, serta terinspirasi sikap tegas Pemda Jakarta terhadap pelanggar parkir, saya ingin tahu pendapat rekan-rekan sekalian jika:

  • Di Bandung dilakukan pelarangan parkir di badan jalan yang berpotensi memacetkan
  • Dilakukan tindakan yang tegas terhadap para pelanggar parkir, dengan cara melakukan penggembokan dan denda yang cukup besar.

Penambahan lahan parkir adalah solusi tidak berujung dan cenderung hanya akan meningkatkan pengguna kendaraan pribadi, yang akan meningkatkan konsumsi BBM dan meningkatkan polusi. Ide ini diharapkan secara alami akan memaksa pengguna kendaraan pribadi akan beralih ke angkutan kota karena susah parkir. Secara paralel dilakukan penataan angkutan kota secara bertahap supaya lebih aman, nyaman dan tertib.

Silakan bayangkan, tidak ada lagi deretan parkir di badan jalan Ganesha sekitar kampus ITB, badan jalan Taman Sari sekitar kampus Unisba, dan berbagai tempat usaha yang tidak memiliki tempat parkir yang cukup.

Apa dampak yang diharapkan?

  • kemacetan berkurang
  • laju penambahan kendaraan bermotor akan menurun
  • polusi berkurang
  • ketertiban umum meningkat
  • sopir angkot meningkat kesejahteraannya

BAGAIMANA MENURUT ANDA???

Parkingman Anywhere

Ketika tahun 2000 saya tinggal beberapa bulan di suatu kota kecil di Belgia (kota Mons), kebetulan saya diajak berkendaraan oleh orang Belgia ke suatu tempat di kota. Sangat sulit mencari parkir karena lokasi parkir sangat dibatasi disana untuk tujuan menjaga kelancaran lalu lintas. AKhirnya setelah beberapa kali muter-muter, menemukan satu tempat parkir yang kosong. Mobil segera masuk ke tempat kosong tersebut, lalu dia mengambil struk parkir dari mesin parkir yang ada di dekat mobil yang di parkir. TIDAK ADA TUKANG PARKIR sama sekali.

Lalu dia bercerita setengah mengeluh kepada saya. Ya…, seperti inilah kota kami, parkir susah sekali dan bayarnya mahal.

Dia bertanya kepada saya, “bagaimana dengan kota anda?”

Lalu saya jelaskan “In my city, you can park your car anywhere, and no parking machine…”

Dia menunjukan wajah kaget! Kalau saya menebak, dia berpikiran bahwa kota saya adalah kota yang lebih hebat, luas jalan-jalannya, sehingga parkir sangat mudah. Dia juga mungkin menduga, kota saya lebih makmur, sehingga tidak perlu lagi memungut biaya parkir dari warganya…..

Untuk meyakinkan, dia bertanya: “Is it free?

Saya teruskan: “…., but there is parkingman anywhere, and you should pay your parking fee to him

Ya, itulah gambaran tipikal kota-kota di Indonesia. Perlukan kita gantikan parkingman dengan parking machine? Karena ini mungkin sumber korupsi yang sulit di audit! Atau ada cara kompromi yang lebih baik?

Bagaimana menurut anda?

Bagaimana bis atau angkot bisa berhenti???

halte_gelael.jpg


Ini adalah salah satu tempat berhenti bis/angkot di jalan Dago (salah satu jalan utama di Bandung). Lihatlah suasananya seperti apa? Taksi, parkir mobil pribadi, motor, kios pulsa….. Tidak mungkin polisi tidak melihat! Walikota sadar engga ya? Wah, saya tidak bisa berkomentar lagi deh! Bagaimana menurut anda?

Belakang Dago sudah tidak senyaman dulu …

Dulu, punya rumah atau kantor di belakang jalan Dago (sekitar Boromeus, Raden Patah, dll) adalah mimpi semua orang. Teduh, tenang, tapi sangat dekat akses ke jalan utama, dalam hal ini jalan Dago. Sekarang? Wah, entah dosa siapa? Yang pasti salah satu suasananya adalah seperti foto yang terlihat di bawah ini.

belakang-dago.jpg

Sungguh ajaib Bandung ini. Tidak ada lagi kejelasan, mana daerah pemukiman, mana daerah usaha, dan sebagainya. Semua tempat boleh untuk apa saja!

Mengapa P-Coret Tidak Diletakkan Sebelumnya?

Kalau kita jalan menyusur Dago dari arah utara ke selatan, maka sebelum RS Boromeus akan menemukan satu tempat kursus Bahasa Inggris dan Mandarin yang pada jam-jam tertentu cukup memacetkan karena banyaknya mobil (penjemput?) yang parkir sampai di tepi badan jalan. Perhatikan foto di bawah ini. Kita bisa lihat tanda P-Coret, dibawahnya ada keterangan tambahan “sampai rambu berikutnya“. Menarik untuk dikaji, mengapa larangan parkir tersebut terletak persis setelah tempat kursus yang sering parkirnya memacetkan? Mengapa tidak sebelumnya? Dengan demikian, justru tempat kursus yang sering memacetkan tersebut tidak kena larangan parkir. Aneh bin ajaib!

eep_dago.jpg

Mencapai Tujuan Mulia, tapi Menyusahkan Banyak Orang

Tadi siang saya berjalan menggunakan mobil dari arah Simpang Dago ke arah utara. Saya memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk menjalani antrian kemacetan dari simpang sampai sekitar kantor BAPEDA. Biasanya jarak tersebut bisa ditempuh hanya sekitar 1-2 menit. Setelah itu, lalu lintas sangat lancar. Kemacetan tersebut adalah satu rutinitas di sekitar area tersebut pada jam tertentu. Mengapa? Ada satu sekolah yang cukup banyak penjemputnya yang menggunakan mobil pribadi. Semua mobil penjemput bertumpuk disana ingin mendapatkan parkir sedekat mungkin dengan sekolah. Alhasil, jadilah parkir dua baris menghabiskan lahan jalan, ditambah sebagian kendaraan yang sengaja berjalan sangat lambat untuk melirik ke tepi jalan, mencari tempat parkir yang masih tersisa. Belum lagi angkot yang sudah kita tahu betul perilakunya seperti apa.

darulhikam01.jpg
Kemacetan panjang dimulai sekitar persimpangan Tubagus Ismail ke arah Utara. Bisa anda saksikan sendiri pada foto ini, motor pun tidak ada celah untuk menyerobot.
.

darulhikam02.jpg

Semakin dekat sumber kemacetan, mulai terlihat parkir dua lapis di kiri. Mobil Timor yang tampak di atas sedang parkir di lapisan kedua.

.

Ini hanya satu contoh saja. Saya kira, begitu banyak situasi seperti ini terjadi di kota Bandung. Seharusnya ini hal yang sudah bisa diprediksi dari awal. Pihak sekolah harusnya memikirkan konsekuensi itu, demikian juga pemerintah kota, harus memberikan syarat kecukupan tempat parkir ketika mengeluarkan ijin.

Saya tahu, sekolah berbeda dengan bisnis. Sekolah mempunyai tujuan mulia untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa ini. Tapi, apakah tujuan mulia tersebut harus dicapai dengan menyusahkan banyak orang?

Bagaimana menurut anda?