Help: Cari RAM Untuk Fujitsu Lifebook Tablet P1510

Saya punya Fujitsu Lifebook Tablet P1510 mungil dengan layar 9 inchi. Memory bawaannya 512MB dan ingin saya upgrade menjadi 1GB atau lebih. Sudah keliling-keliling di Bandung tidak ada yang punya memorinya. Katanya ukurannya tidak standar. Jika ada yang punya info dimana mendapatkan memori tersebut (prefer di Bandung), mohon bisa berbagi info. Terima kasih.

Belakang Dago sudah tidak senyaman dulu …

Dulu, punya rumah atau kantor di belakang jalan Dago (sekitar Boromeus, Raden Patah, dll) adalah mimpi semua orang. Teduh, tenang, tapi sangat dekat akses ke jalan utama, dalam hal ini jalan Dago. Sekarang? Wah, entah dosa siapa? Yang pasti salah satu suasananya adalah seperti foto yang terlihat di bawah ini.

belakang-dago.jpg

Sungguh ajaib Bandung ini. Tidak ada lagi kejelasan, mana daerah pemukiman, mana daerah usaha, dan sebagainya. Semua tempat boleh untuk apa saja!

Internet ITB, menyedihkan….

koneksi-internet-itb.jpg

Inilah contoh dua laptop dosen ITB yang dipasangi card 3G/HSDPA untuk mendapatkan koneksi Internet yang normal. Foto ini saya ambil sekitar seminggu yang lalu di dalam kampus. Salah satunya laptop saya, yang lainnya laptop rekan dosen yang lain. Jaringan kampus ITB sudah tidak bisa diandalkan lagi untuk mendukung pekerjaan. Mau attach file via email saja setengah mati. Browsing, setengah mati lambatnya, dan tidak efektif! Buang waktu tunggu! Akhirnya, seperti inilah solusinya!

Memang sering ada argumen: Sudah gratis atau murah, ingin kenceng! Nah lho, memang tuntutannya seperti itu. Sebetulnya tidak menuntut yang higspeed, tapi yang normal saja deh! Tinggal hitung, perlu dana berapa supaya Internet bisa cepat? ITB punya uang atau tidak? Kalo kurang, kembalikan kepada user. Saya kira banyak dosen yang tidak keberatan bayar Rp 50 ribu – Rp 100 ribu untuk layanan Internet yang cepat (baca: normal) di dalam kampus. Mahasiswa pun sudah mulai kurang betah di kampus, mereka lebih senang sharing Internet unlimited di tempat kost atau di nongkrong di warnet.

Sampai kapan ya akan begini? Sementara sekolah-sekolah sampai SD mulai punya koneksi Internet, Internet ITB dari dulu tidak ada kemajuan yang berarti.

Menurut saya ada dua solusi:

  1. Kalo ITB ngga punya uang, bebankan ke user! Biarkan user pilih. Mau cepat, bayar sekian! Mau murah, ya harus terima Internet yang lambat. Tapi yang penting ada pilihan.
  2. Cara lebih mudah, undang pihak swasta buka hotspot berbayar di dalam kampus! Solusi ini jauh lebih mudah, bahkan ITB bisa mendapat fee dari penggunaan hotspot tersebut!

Bagaimana menurut anda?

Untuk apa sebenarnya penghalang itu?

ganesha-boromeus.jpg

Foto ini saya ambil di persimpangan Dago-Ganesha, depan gerbang keluar RS. Boromeus. Saya tidak mengerti, apa sebetulnya maksudnya penghalang yang disimpan di tengah jalan itu? Yang pasti malah menganggu kelancaran kendaraan. Jika ada maksud dilarang belok kiri atau kanan dari arah tertentu, mengapa tidak menggunakan rambu yang biasa saja yang sudah baku? Pada prakteknya dari arah manapun (apalagi dengan bantuan Pak Ogah), semua kendaraan bisa menuju ke manapun.

Satu lagi dosen ITB nge-Blog: Armein Langi

Kemarin siang, sambil makan siang, saya ngomporin Pak Armein untuk mulai nge-blog. Sebenarnya sih sudah lama hangat karena kompor hangatnya Budi Rahardjo, jadi tidak sulit buat saya mematangkan masakan yang sudah hangat ini. Sore, ketika perjalanan pulang, saya dapat SMS dari beliau, memperkenalkan URL blog-nya. Pagi ini, saya cek sudah ada tulisan baru lagi! Siiipppp, tambah rame ini dunia blog.

Ini URL blog Pak Armein: http://azrl.wordpress.com

Data lebih lengkap tentang Pak Armein: http://www.paume.itb.ac.id/~langi/

Saya sangat senang bisa ngomporin beliau. Sepanjang yang saya kenal, beliau terbiasa berpikir kritis, strategis, ceplas-ceplos, dan banyak ide-ide cemerlang yang berani keluar dari kungkungan pemikiran-pemikiran lama.

goldengate2.jpg
Ini foto saya bersama Pak Armein (paling kanan)

Tips Penulisan Laporan Penelitian: Buatlah Kerangka Tulisan Lebih Dahulu

Adanya Internet serta banyaknya informasi yang terkandung didalamnya, memberikan dua dampak yang bertolak belakang, khususnya bagi mahasiswa yang ingi cepat-cepat menyelesaikan Tugas Akhir, Tesis S2 atau Laporan Disertasi S3 (secara umum kita sebut saja Laporan Penelitian). Internet memberikan kemudahan untuk mencari apapun yang tadinya sulit diperoleh sebelum jaman Internet. Tapi, Internet juga seringkali membuat seseorang menjadi lama menyelesaikan Laporan Penelitian, khususnya bagian Tinjauan Pustaka. Kesalahan umum yang biasanya dilakukan adalah:

mengumpulkan informasi apapun yang berhubungan dengan apa yang sedang dikerjakan, lalu membacanya satu per satu. Tentunya, anda akan kebanjiran informasi dan mulai kehabisan waktu. Sementara, tujuan utama tidak tercapai juga dengan segera.

Saya punya tips yang mudah-mudahan berharga.

Perjelas, dan sepakati segera dengan pembimbing mengenai latar belakang, tujuan, serta ruang lingkup dari apa yang akan dikerjakan.

Buatlah outline (kerangka atau daftar isi) dari tulisan atau buku Laporan Penelitian yang akan dibuat. Lebih detail lebih baik! Lakukan pencarian di Internet hanya untuk mengisi bagian-bagian buku Laporan yang masih kosong dan harus diisi. Setelah bahan yang dicari kita peroleh, segera pindahkan ke buku Laporan. Maka anda akan dengan cepat mengisi kelengkapan bagian Tinjauan Pustaka. Hal-hal yang bukan merupakan bagian dari kelengkapan laporan bisa diabaikan atau disimpan di dalam satu folder sebagai arsip.

Dengan cara ini, anda juga punya perhitungan yang lebih akurat mengenai status ‘progress‘ pekerjaan anda. Ketika ditanya oleh dosennya mengenai prosentasi status laporannya, biasanya mahasiswa melamun sejenak (entah apa yang dipikirkan), lalu menjawab: kira-kira 30 persen pak!. Dari mana 30% itu, saya yakin tidak akurat! Tapi kalau anda punya outline yang detail, anda bisa menghitung prosentase berdasarkan outline tersebut dengan lebih akurat. Manajemen waktu untuk menuju wisuda juga akan menjadi lebih akurat.

Semoga tips ini bermanfaat!

[Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi dan pengalaman membimbing mahasiswa selama sekitar 18 tahun]